Penulis: admin

  • Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai

    Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai

    Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai (IATA: DPS, ICAO: WADD), juga dikenal sebagai Bandar Udara Internasional Denpasar, adalah bandar udara internasional yang terletak di kecamatan Kuta, kabupaten Badung, provinsi Bali, Indonesia. Bandara ini berjarak sekitar 13 km dari Kota Denpasar. Bandara Ngurah Rai merupakan bandara tersibuk kedua di Indonesia, setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan pintu gerbang penerbangan internasional utama dari Indonesia bagian tengah serta timur

    Sejarah

    Bandar Udara Ngurah Rai dibangun pada tahun 1930 oleh Departement voor Verkeer- en Waterstaat (pendahulu Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia). Landas pacu berupa airstrip sepanjang 700 meter dari rumput di tengah ladang dan kuburan di desa Tuban. Karena lokasinya berada di Desa Tuban, masyarakat sekitar menamakan airstrip ini sebagai Pelabuhan udara Tuban.Tahun 1935 sudah dilengkapi dengan peralatan telegraaf dan Koninklijk Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij mendarat secara rutin di Bali Selatan, yang merupakan nama lain dari Pelabuhan Udara Tuban.

    Tahun 1942 South Bali Airstrip dibom oleh Tentara Jepang, yang kemudian dikuasai untuk tempat mendaratkan pesawat tempur dan pesawat angkut mereka. Airstrip yang rusak akibat pengeboman diperbaiki oleh Tentara Jepang dengan menggunakan Pear Still Plate (sistem pelat baja).
    Lima tahun berikutnya (1942–1947), airstrip mengalami perubahan. Panjang landas pacu bertambah menjadi 1,2 km dari semula 700 meter. Tahun 1949 dibangun gedung terminal dan menara pengawas penerbangan sederhana yang terbuat dari kayu. Komunikasi penerbangan menggunakan transceiver kode morse.

    Untuk meningkatkan kepariwisataan Bali, Pemerintah Indonesia kembali membangun gedung terminal internasional dan perpanjangan landas pacu ke arah barat yang semula 1,2 km menjadi 2,7 km dengan overrun 2×100 meter. Proyek yang berlangsung tahun 1963–1969 diberi nama Proyek Bandara Tuban dan sekaligus sebagai persiapan internasionalisasi Pelabuhan Udara Tuban.

    Proses reklamasi pantai sejauh 1,5 km dilakukan dengan mengambil material batu kapur yang berasal dari Ungasan dan batu kali serta pasir dari Sungai Antosari – Tabanan. Seiring selesainya temporary terminal dan runway pada Proyek Bandara Tuban, pemerintah meresmikan pelayanan penerbangan internasional di Pelabuhan Udara Tuban, tanggal 10 Agustus 1966.

    Nama bandara ini diambil dari nama I Gusti Ngurah Rai, seorang pahlawan Indonesia yang tewas saat melawan pasukan Belanda pada tanggal 20 November 1946.

    Penyelesaian Pengembangan Pelabuhan Udara Tuban ditandai dengan peresmian oleh Presiden Soeharto pada tanggal 1 Agustus 1969, yang sekaligus menjadi momen perubahan nama dari Pelabuhan Udara Tuban menjadi Pelabuhan Udara Internasional Ngurah Rai (Bali International Airport Ngurah Rai).
    Untuk mengantisipasi lonjakan penumpang dan kargo, maka pada tahun 1975–1978 Pemerintah Indonesia kembali membangun fasilitas-fasilitas penerbangan, antara lain dengan membangun terminal internasional baru. Gedung terminal lama selanjutnya dialihfungsikan menjadi terminal domestik, sedangkan terminal domestik yang lama digunakan sebagai gedung kargo, usaha jasa catering, dan gedung serba guna

    Pengembangan Fasilitas Bandara dan Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap I

    Proyek FBUKP tahap I (1990–1992) meliputi Perluasan Terminal yang dilengkapi dengan garbarata (aviobridge), perpanjangan landas pacu menjadi 3 km, relokasi taxiway, perluasan apron, renovasi dan perluasan gedung terminal, perluasan pelataran parkir kendaraan, pengembangan gedung kargo, gedung operasi serta pengembangan fasilitas navigasi udara dan fasilitas catu bahan bakar pesawat udara

    Pengembangan Fasilitas Bandara dan Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap II

    Proyek FBUKP tahap II (1998–2000), pengembangan bandara dikerjakan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, antara lain dengan memanfaatkan hutan bakau seluas 12 ha untuk digunakan sebagai fasilitas keselamatan penerbangan

    Pengembangan Fasilitas Bandara dan Keselamatan Penerbangan (FBUKP) Tahap III

    Rencana Proyek FBUKP tahap III meliputi Pengembangan Gedung Terminal, Gedung Parkir, dan Apron. Luas terminal domestik saat ini hanya akan dikembangkan hingga total luasnya mencapai 12.000 m² yang nantinya akan digunakan sebagai terminal internasional. Adapun eksisting terminal internasional akan dialihfungsikan menjadi terminal domestik. Dengan kondisi tersebut, Bandara Ngurah Rai akan mampu menampung hingga 25 juta penumpang

    Rencana bandar udara baru

    Dengan pertumbuhan jumlah penumpang sekitar 12-15 % per tahun, Bandara Internasional Ngurah Rai akan mencapai 20 juta penumpang per tahun pada 2017, yang mana merupakan kapasitas penuhnya saat ini. Memperpanjang landas pacu yang ada saat ini mustahil dilakukan karena banyaknya pemukiman padat penduduk di sekitar bandara, atau dampak lingkungan akibat reklamasi. Sebuah lokasi untuk bandara internasional baru yang lebih besar dengan 2 landas pacu telah diidentifikasi di bagian utara Pulau Bali, tepatnya di bagian timur Kabupaten Buleleng.

    Terminal

    Bandara ini memiliki satu terminal domestik dan satu terminal internasional.

    Terminal Domestik

    Saat ini, terminal domestik menempati area terminal internasional lama. Terminal domestik keberangkatan memiliki 8 gerbang, gerbang 1A, 1B, 1C, 2, 3, 4, 5, dan 6. Terminal domestik kedatangan memiliki 4 pengambilan bagasi.

    Terminal Internasional

    Terminal internasional sudah selesai direnovasi. Untuk keberangkatan berada di lantai 3 dan kedatangan ada di lantai 1. Terminal internasional keberangkatan memiliki 14 gerbang. Gerbang 1A, 1B, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9A, dan 9B berada di lantai 3 dan gerbang 10, 11, dan 12 ada di lantai 1. Untuk gerbang keberangkatan internasional difasilitasi garbarata (aviobridge). Terminal internasional kedatangan memiliki 7 pengambilan bagasi. Terdapat pula fasilitas Visa on Arrival (VOA) dan imigrasi serta bea cukai (custom) di area kedatangan internasional.

    Momen bersejarah

    • Pada tanggal 1 Juni 2023, Emirates dengan nomor Penerbangan 368 mendarat dan melakukan parkir di Gerbang 9. Momen ini menjadi awal dari layanan penerbangan terjadwal dengan A380 di Indonesia.

    Maskapai penerbangan dan tujuan

    Berikut adalah destinasi maskapai berjadwal reguler dan sewaan dari dan menuju Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai.

    Statistik

    Jumlah penumpang Bandara Ngurah Rai sebelum pandemi Covid-19 mencapai puncaknya pada tahun 2019 dengan total sebanyak 24,1 juta penumpang. Pada tahun tersebut, rasio jumlah penumpang internasional lebih banyak yaitu sebesar 57,45 % dibandingkan jumlah penumpang domestik 42,55%. Bandara Ngurah Rai merupakan satu-satunya bandara di Indonesia dengan dengan jumlah penumpang internasional yang lebih mendominasi. Berikut merupakan statistik jumlah penumpang Bandara Ngurah Rai

    Transportasi umum

    Bus

    Bandara Ngurah Rai dilayani oleh dua sistem Bus Rapid Transit, yaitu Trans Sarbagita dan Trans Metro Dewata. Koridor yang melayani bandara

    Komandan

    Pejabat Komandan Lanud Ngurah Rai sebagai berikut:

    • Mayor Nav Djaelani (1980-1983)
    • Mayor Nav Boedi Santoso (1983-1986)
    • Letkol Psk Soeprapto (1986-1989)
    • Mayor Pnb Abiadi Hasan (1989-1991)
    • Letkol Pnb Iwan Sidi (1991-1994)
    • Letkol Pnb Daryatmo (1994-1996)⭐⭐⭐
    • Letkol Nav Sudjadijono, S.E. (1996-1997)⭐⭐
    • Letkol Pnb H.J. Yusuf (1997-1998)
    • Letkol Pnb Putut Sukartono (1998-2000)
    • Letkol Pnb Anastasius Sumadi (2000-2002)
    • Letkol Pnb Yoyok Yekti Setyono (2002-2004)
    • Letkol Pnb M. Wisnu Herlambang (2004-2006)
    • Letkol Pnb Agustinus Gustaf Brugman (2006-2008)⭐⭐⭐
    • Letkol Pnb Umar Fathurrohman, S.Ip., M.Si., M.Tr.(Han). (2008-2009)⭐
    • Letkol Pnb Aldrin Petrus Mongan, S.T., M.Hum., M.Han. (2009-2010)
    • Letkol Pnb Jumarto, S.T., M.M. (2010-2012)
    • Letkol Pnb Atang Sudrajat (2012-2013)

    Perubahan Status Menjadi Tipe B

    • Kolonel Pnb Sugiharto Prapto Waruju, S.Sos. (2013-2015)⭐
    • Kolonel Pnb Danet Hendriyanto, S.Sos. (2015-2016)⭐
    • Kolonel Pnb Wayan Superman (2016-2018)⭐
    • Kolonel Pnb Wibowo Cahyono Soekadi, S.Sos. (2018-2019)
    • Kolonel Pnb Radar Soeharsono (2019-2021)
    • Kolonel Pnb Reza Ranesa R. Satranegara., S.Sos., M.A.P. (2021-2022)
    • Kolonel Pnb Putu Sucahyadi, S.A.P., M.Sc., M.M.S. (2022-2023)
    • Kolonel Pnb Agni Prayogo, S.E. (2023-Sekarang)

     

  • BANDAR UDARA KEBANGGAN KOTA SOLO “ADI SOEMARMO”

    BANDAR UDARA KEBANGGAN KOTA SOLO “ADI SOEMARMO”

    Bandar Udara Adisumarmo (IATA: SOC, ICAO: WAHQ) adalah bandar udara yang terletak 14 kilometer barat laut dari Kota Surakarta (Solo), tepatnya berada di Kecamatan Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia. Selain sebagai pangkalan udara, bandar udara ini juga melayani penerbangan komersial sipil berjadwal ke beberapa kota-kota di Indonesia. Dengan keluarnya Permenhub KM 31/2024, maka status Bandar Udara Adi Soemarmo turun status menjadi bandar udara domestik

    Sejarah Bandar Udara Adi Soemarmo

    Bandara ini dulu bernama Pangkalan Udara (Lanud) Panasan, karena terletak di kawasan Panasan. Bandara ini dibangun pertama kali pada tahun 1940 oleh Pemerintah Belanda sebagai lapangan terbang darurat.

    Ketika bala tentara Jepang masuk ke Indonesia bandara tersebut sempat dihancurkan oleh Belanda namun dibangun lagi oleh Pemerintah Jepang pada tahun 1942 sebagai basis militer penerbangan angkatan laut (Kaigun Bokusha).

    Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia penyelenggaraan bandara dilaksanakan oleh “Penerbangan Surakarta” yang diresmikan pada tanggal 6 Februari 1946.

    Pada tanggal 1 Mei 1946, Penerbangan Surakarta sejak berubah menjadi “Pangkalan Udara Panasan” yang hanya diperuntukkan penerbangan militer.

    Pangkalan udara tersebut pertama kali digunakan secara resmi untuk penerbangan komersial pada tanggal 23 April 1974 yang dilayani oleh Garuda Indonesia dengan rute Jakarta-Kemayoran-Solo & Solo-Jakarta-Kemayoran dengan frekuensi 3-kali seminggu.

    Pada tanggal 25 Juli 1977, “Pangkalan Udara Panasan” berubah nama menjadi “Pangkalan Udara Utama Adi Sumarmo” yang diambil dari nama Adi Soemarmo Wirjokoesoemo (adik dari Agustinus Adisutjipto).

    Pada tanggal 31 Maret 1989, Bandara ini ditetapkan menjadi Bandara Internasional dengan melayani penerbangan rute Solo-Kuala Lumpur & Solo-Singapore.

    Pada tanggal 1 Januari 1992, Bandara Adi Sumarmo dikelola oleh Perusahaan Umum Angkasa Pura I yang pada tanggal 1 Januari 1993 berubah status menjadi Perseroan Terbatas Angkasa Pura I sampai dengan sekarang.

    Data Bandar Udara Adi Soemarmo

    Data bandara

    • Jarak dari Surakarta: 14 kilometer
    • Koordinat: 07°30´58″S, 110°45´25″E
    • Ketinggian: 12m8 meter
    • Jumlah terminal: 1 Terminal penumpang, 1 terminal kargo, 15 tempat parkir pesawat

    Data lapangan

    • Runway: Heading 08/26, 2,600 m (8.530 ft), 68/F/C/X/T, ILS, Lighting: Runway Edge, Runway End, RTIL
    • Fire Category VIII, Rescue and fire fighting
    • Navigational Aids: VOR-DME, NDB
    • Landing Aids: PAPI, ALS, ILS CAT I
    • Airfield Restrictions: Wide body ACFT make 180 turn at the end of Runway

    Fasilitas kargo

    Kapasitas 48 tonnes (105.000 lbs), gudang seluas 574m² (6,178sq ft), kawasan berikat, hanya kargo domestik, karantina hewan, fasilitas kesehatan, peralatan X-ray, bahan berbahaya, GPU, sabuk berjalan kargo, dan kursi roda.

    Transportasi

    • Bus
    • Taksi Bandara
    • Kereta Bandara Adi Soemarmo

    Insiden

    • 30 November 2004, Lion Air Penerbangan 538 dengan pesawat berjenis MD-82 tergelincir saat melakukan pendaratan di landasan pacu hingga keluar dari landasan.

    Sebagai pusat pendidikan TNI Angkatan Udara Bandar Udara Adi Soemarmo

    Lanud Adi Soemarmo yang terletak 11 km sebelah barat Kota Surakarta pada awalnya merupakan lapangan terbang darurat yang dibangun tahun 1940.Dengan datangnya tentara Jepang tahun 1942 landasan tersebut digunakan sebagai basis militer penerbangan tentara Jepang, maka dibangunlah landasan, bangunan-bangunan untuk kantor, asrama, gudang, dapur, menara dan hanggar. Setelah proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Komite Nasional Indonesia (KNI) Colomadu dan Badan Perjuangan mengadakan perundingan dengan Komandan Butai Panasan. Hasil dari perundingan tersebut menghasilkan keputusan berupa pengosongan oleh tentara jepang. Dengan penyerahan lapangan terbang panasan kepada pihak Badan Perjuangan Panasan merupakan beban yang tidak ringan. Kegiatan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk organisasi yang dinamakan penerbangan Surakarta yang dibentuk tanggal 6 Februari 1946.

    Peresmian tersebut diramaikan dengan demonstrasi penerbangan dan Joy Flight dengan pesawat-pesawat yang didatangkan dari Yogyakarta. Organisasi ini merupakan cikal bakal lahirnya pangkalan udara panasan. Sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi organisasi ketentaraan di Indonesia menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), jawatan penerbangan lebur menjadi satu yaitu TRI Angkatan Udara. Pada bulan Mei 1946 telah datang pesawat Cureng dari markas tertinggi TRI Angkatan Udara di Yogyakarta yang membawa rombongan KSAL Komodor Udara Suryadi Suryadarma, Wakil KSAL Komodor Udara R. Sukarnen Martokusumo dan Prof. DR. Abdul Rachman Saleh. Maksud kedatangan rombongan tersebut untuk menerima penyerahan penerbangan Surakarta dari Divisi IV Surakarta yang terdiri dari Kolonel Sutarto, Letkol Mursito dan Letkol Sudibyo. Secara resmi Penerbangan Surakarta menjadi Pangkalan Udara Panasan yang merupakan integral dari Angkatan Udara. Sebagai Komandan Pangkalan Udara Panasan dijabat oleh Opsir Muda Udara I Soeyono, Opsir Muda Udara II Ali Sutopo sebagai wakil dan Opsir Muda Udara III Sartolo sebagai Kegartier Master.

    Tanggal 16 Maret 1959 merupakan lembaran baru bagi Pangkalan Angkatan Udara Panasan (Detasemen AU Panasan) yang telah ikut aktif mendukung pembangunan dalam pendidikan anggota TNI AU. Detasemen AU Panasan membuka pendidikan Depot Batalyon Calon Prajurit (Caper) angkatan pertama. Berdasarkan Surat Keputusan KASAU Nomor: 306 tanggal 19 September 1959 terhitung mulai 1 September 1959 Depot Batalyon Calon Prajurit ditetapkan menjadi Pusat Pendidikan Kemiliteran Angkatan Udara (PPKAU) yang berkedudukan di Pangkalan Angkatan Udara Panasan. Pendidikan Calon Prajurit Angkatan ke-2 dibuka tanggal 28 September 1959, selanjutnya Pendidikan Sekolah Dasar Perwira (SEDASPA) dibuka tanggal 18 Januari 1960. Tempat pendidikan tersebut mempunyai motto “Mendidik dan membangun atau membangun dan mendidik” yang bermakna untuk menggembleng personel Angkatan Udara yang berkualitas, bermental baja dan berdisiplin tinggi. Salah satu Alumni PPKAU adalah Marsekal TNI Rilo Pambudi (mantan KSAU).

    PPKAU yang merupakan pusat pendidikan Angkatan Udara, pada tanggal 27 Juni 1965 diresmikan oleh Menteri/Panglima Angkatan Udara menjadi Wing Pendidikan (Wingdik) Pangkalan Angkatan Udara Panasan dijabat oleh Kolonel Udara Suyoto sebagai Komandan Pangkalan Angkatan Udara Panasan. Wingdik 4 membawahi 3 Kesatuan Pendidikan yaitu: Kesatuan Pendidikan 010, Kesatuan Pendidikan 011 dan Kesatuan Pendidikan 004. Wing Pendidikan 4 tidak hanya mendidik anggota-anggota TNI AU, tetapi juga tempat penggemblengan para sarjana untuk menjadi militer. Sejalan dengan kemajuan sistem manajemen dan penyempurnaan Organisasi TNI AU, maka mutlak diperlukan adanya pemisahan wewenang, fungsi, tugas dan tanggung jawab antara Wing Pendidikan 4 dengan Pangkalan Angkatan Udara Panasan. Berdasarkan radiogram No:165 tanggal 11 Juni 1966 dilaksanakan pemisahan dan sekaligus diadakan pergantian Komandan dari Kolonel Udara Suyoto kepada Mayor Udara Parjaman berdasarkan Surat Keputusan Menteri/Pangau No:54/Pers-MP/1966 tanggal 17 Mei 1966. Wing Pendidikan 4 hanya mempunyai wewenang fungsi, tugas dan tanggung jawab dibidang pendidikan, sedangkan tugas mengurus pemeliharaan/perawatan kesatuan menjadi tugas dan tanggung jawab Pangkalan.

    Perkembangan selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan KASAU No: Skep/07/VIII/1977 tanggal 25 Juli 1977 Wing Pendidikan 4 Pangkalan Angkatan Udara Panasan berubah nama menjadi Wing Pendidikan 4 Pangkalan Udara Utama (Lanud) Adi Soemarmo. Sebagai Komandan Lanud Adi Soemarmo dijabat oleh Kolonel Pnb Suharjo. Nama Adi Soemarmo diambil dari nama seorang tokoh TNI AU yang gugur dalam peristiwa 29 Juli 1947. Pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan sumbangan dari palang merah internasional telah ditembak oleh pesawat pemburu Belanda Kitty Hawk. Pesawat tersebut jatuh di daerah Ngoto Yogyakarta. Tewas dalam pesawat tersebut selain Adi Soemarmo juga Komodor Muda Udara Adisutjipto dan Komodor Udara Abdul Rachman Saleh. Pada tahun 1985 Wing Pendidikan 4 Pangkalan Udara Utama (Lanud) Adi Soemarmo dilikuidasi menjadi Pangkalan Udara (Lanud) Adi Soemarmo. Tugas pokoknya sebagai penyelenggara pendidikan calon prajurit TNI AU maupun Sekolah Pembentukan dan Kejuruan. Disamping penyelenggara pendidikan Prajurit dan calon Prajurit TNI AU Lanud Adi Soemarmo juga melaksanakan tugas-tugas operasi dan Pertahanan Pangkalan.

    Sebagai pusat pendidikan bagi Prajurit TNI Angkatan Udara

    Lanud Adi Soemarmo melaksanakan fungsi dan kegiatannya sebagai tempat pendidikan TNI Angkatan Udara yang mewakili lembaga pendidikan, antara lain:

    • Wing Pendidikan 400
    • Sekolah Pembentukan Perwira
    • Skadron Pendidikan 401
    • Skadron Pendidikan 402
    • Skadron Pendidikan 403
    • Skadron Pendidikan 404
    • Skadron Pendidikan 405

    Pada waktu Komandan Lanud Adi Soemarmo dijabat oleh Kolonel Pnb Surya Dharma S.IP (1999) terdapat perubahan nama dan tambahan pada lembaga-lembaga pendidikan. Berdasarkan Surat Keputusan KSAU No: Skep/4/III/1999 Lanud Adi Soemarmo membawahi 5 Skadron Pendidikan (Skadik), yaitu Skadron Pendidikan 401, Skadron Pendidikan 402, Skadron Pendidikan 403, Skadron Pendidikan 404 dan Skadron Pendidikan 405.

    Dengan kekalahan Jepang oleh sekutu dan diikuti lahirnya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sangat ditunggu-tunggu oleh bangsa Indonesia telah membawa semangat baru bagi bangsa Indonesia, yaitu semangat sebagai bangsa yang merdeka dan berhak menentukan nasib sendiri. Pangkalan-pangkalan di bawah kekuasaan Jepang secara berangsur dapat direbut oleh para pejuang bangsa Indonesia, baik melalui pertempuran maupun secara diplomasi. Pangkalan Udara Panasan dapat diambil alih oleh para pejuang bangsa Indonesia melalui diplomasi di bawah kekuasaan Divisi IV Surakarta. Selanjutnya sebagai Komandan Devisi IV Surakarta Kolonel Inf. Soetarto menyerahkan Pangkalan Udara Panasan kepada panitia yang diketuai oleh Soejono. Dalam perkembangan berikutnya Pangkalan Udara Panasan dimanifestasikan dalam sebuah organisasi yaitu Penerbangan Surakarta yang diresmikan pada tanggal 6 Februari 1946, dihadiri oleh pembesar-pembesar militer dan sipil serta tokoh masyarakat sekitar Surakarta.

    Sejalan dengan perkembangan organisasi ketentaraan di Indonesia seperti halnya Jawatan Penerbangan telah berubah menjadi Tentara Republik Indonesia, maka jawatan-jawatan yang menyelenggarakan penerbangan meleburkan diri menjadi Angkatan Udara. Pada bulan Mei 1946 telah datang empat buah pesawat jenis cureng ke Pangkalan Udara Panasan dari Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta dengan membawa Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara S. Suryadarma, Wakil Kepala Staf Komodor Udara R. Sukarnen Martokusumo Dan Prof Dr. Abdulrachman Saleh. Adapun maksud kedatangan rombongan tersebut adalah menerima secara resmi organisasi penerbangan dari Divisi IV Surakarta, maka Pangkalan Udara Panasan resmi menjadi bagian integral dari Angkatan Udara Indonesia yang selanjutnya bertugas menjaga kedaulatan wilayah udara nusantara. sebagai Komandan Pangkalan Udara Panasan ditetapkan Opsir Muda I Soejono dan wakilnya Opsir Udara II Ali Soetopo. Setelah terjadinya pergantian beberapa kali komandan dan selesainya perang revolusi fisik, maka tibalah saatnya masa pengisian kemerdekaan RI, demikian juga Pangkalan Panasan turut aktif mendukung pembangunan dalam bidang pendidikan di TNI AU. Pada tanggal 16 Maret 1959 merupakan lembaran baru bagi Pangkalan Udara Panasan, diawali dengan pembukaan Pendidikan Depot Batalyon Caper Angkatan I yang diikuti oleh 350 anggota, terdiri dari tamtama PPP, bintara sandi dan PLLU, bertindak sebagai inspektur upacara dalam pembukaan pendidikan tersebut adalah Letkol Udara Soejono Mewakili Kasau, selanjutnya Pangkalan Udara Panasan terhitung mulai 1 September 1959 ditetapkan menjadi pusat pendidikan militer angkatan udara. Sesuai dengan perkembangan serta tuntutan tugas dan organisasi, maka berdasarkan Surat Keputusan Ksau Nomor Skep 07/VII/1977 tanggal 25 Juli 1977 Pangkalan Udara Panasan diubah namanya menjadi Pangkalan Udara Adi Sumarmo. Sebagai pangkalan pendidikan mempunyai tugas dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan pendidikan Sepamilwa Abri, Secata, Secaba, Secata, Sejurpas, Sejurjasmil dan Serum berkedudukan di bawah Wing Pendidikan 4. Dalam perjalanannya sejak tahun 1999 lembaga pendidikan di Lanud Adi Soemarmo bertambah, dan lembaga-lembaga yang sudah ada mengalami perubahan nama yaitu:

    • Secapa berubah menjadi Skadik 401 yang tugas dan fungsinya mendidik Calon Perwira Dan Siswa Ikatan Dinas Pendek (IDP).
    • Skadik 402 adalah lembaga pendidikan yang tugas dan fungsinya untuk mendidik siswa sekolah dasar kecabangan Paskhas dan Pom AU.
    • Secaba berubah menjadi skadik 403 yang tugas dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan pertama siswa calon bintara pria dan Wanita Angkatan Udara (WARA) dari masyarakat umum (dikum) dan bintara pria dari tamtama (reguler).
    • Secata berubah menjadi Skadik 404 yang tugas dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan sekolah pertama siswa calon tamtama.
    • Sejurpas, Sejurjasmil dan Seradum digabung menjadi Skadik 405 yang tugas dan fungsinya mengelola pendidikan sekolah dasar tamtama Paskhas dan Pom AU, sekolah jurusan bintara Paskhas dan Pom AU sekolah dan kejuruan jasmani militer, sekolah radar umum dan darat, kursus bintara manajemen kejuruan jasmani militer dan kursus bintara manajemen kejuruan pom.

    Komandan

    • Kolonel Pnb Poernomo (1985)
    • Kolonel Pnb Darmadji (1985–1988)⭐
    • Kolonel Pnb Jogiyanto (1988–1990)⭐⭐
    • Kolonel Pnb Mursabdo (1990–1991)
    • Kolonel Pnb Sudiarto (1991–1992)
    • Kolonel Pnb Iskak Karmanto (1992–1994)⭐⭐
    • Kolonel Pnb Suparno Muanam (1994–1995)⭐
    • Kolonel Pnb Mulyanto Djojoadikusumo (1995–1997)⭐⭐
    • Kolonel Pnb Herman Prayitno (1997)⭐⭐⭐⭐
    • Kolonel Pnb Sholeh Tridjoko (1997–1999)⭐
    • Kolonel Pnb SuryaDharma Ali (1999–2000)⭐⭐
    • Kolonel Pnb Boy Syahril Qamar (2001–2003)⭐⭐⭐
    • Kolonel Pnb Potler Gultom (2003–2005)⭐⭐
    • Kolonel Nav Muhammad Syafi’i (2005–2007)⭐
    • Kolonel Pnb Dedy Nita Komara (2007–2009)⭐⭐
    • Kolonel Pnb Herry Irsal (2009–2010)⭐⭐
    • Kolonel Pnb Hadi Tjahjanto (2010–2011)⭐⭐⭐⭐
    • Kolonel Pnb Kusworo (2011–2013)⭐⭐⭐
    • Kolonel Pnb Agus Radar Sucahyo (2013–2014)⭐⭐
    • Kolonel Pnb Hendrikus Haris Haryanto (2014–2015)⭐⭐
    • Kolonel Nav Agus Priyanto (2015–2016)⭐⭐
    • Kolonel Pnb Mohamad Tonny Harjono (2016–2018)⭐⭐⭐⭐
    • Kolonel Pnb Indan Gilang Buldansyah (2018–2019)⭐
    • Kolonel Pnb Aldrin P. Damanik (2019–2020)⭐
    • Kolonel Nav I Nyoman Suadnyana (2020–2021)⭐

    Validasi Organisasi Lanud Type A

    • Marsma TNI Agus Setiawan (2021–2023)⭐
    • Marsma TNI Ridha Hermawan, S.H., M.Han. (2023—Sekarang)⭐

     

  • Bandar Udara Internasional Soekarno – Hatta

    Bandar Udara Internasional Soekarno – Hatta

    Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta (bahasa Inggris: Soekarno–Hatta International Airport) (IATA: CGK, ICAO: WIII) disingkat SHIA atau Soetta, sebelumnya secara hukum disebut Bandar Udara Cengkareng Jakarta (bahasa Inggris: Jakarta Cengkareng Airport) (dengan IATA penunjuk “CGK”), adalah bandar udara utama yang melayani penerbangan untuk wilayah Jabodetabek dan pintu gerbang utama penerbangan internasional di Indonesia. Bandar udara ini diberi nama sesuai dengan nama dwitunggal tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta, yang sekaligus merupakan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pertama. Bandara ini terletak di antara Kecamatan Benda, Kota Tangerang dan Kosambi, Tangerang, Banten, yaitu sekitar 20 km arah barat dari Jakarta. Bersama dengan Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma, mereka melayani lebih dari 80 juta penumpang pada tahun 2019.

    Sejarah Bandara Soekarno–Hatta

    Latar belakang

    Antara 1928–1974, Bandar Udara Kemayoran yang ditujukan untuk penerbangan domestik dianggap terlalu dekat dengan basis militer Indonesia, Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Penerbangan sipil di area tersebut menjadi sempit, sementara lalu lintas udara meningkat cepat, yang mana mengancam lalu lintas internasional.

    Pada awal 1970-an, dengan bantuan USAID, delapan lokasi potensial dianalisis untuk bandar udara internasional baru, yaitu Jonggol, Kemayoran, Malaka, Babakan, Halim, Curug, Tangerang Selatan, dan Tangerang Utara. Akhirnya, Tangerang Utara dipilih dan ditandai juga Jonggol dapat digunakan sebagai lokasi bandara alternatif. Sementara itu, pemerintah memulai upgrade terhadap Bandar Udara Halim Perdanakusumah untuk melayani penerbangan domestik.

    Awalnya Kawasan Jonggol di Jawa Barat adalah kandidat lokasi yang paling potensial untuk dipilih, karena pertimbangan dari USAID mengenai pembangunan berkelanjutan dan berbasis masa depan di wilayah Greater Jakarta (Jakarta Raya). Pembangunan bandara internasional di Kawasan Jonggol dianggap sebagai upaya perluasan cakupan Metropolitan Jakarta Raya ke arah tenggara yang dapat mengantisipasi penumpukan penduduk di masa depan. Selain itu, letak Jonggol juga dianggap strategis meski saat itu wilayah tersebut belum tersentuh pembangunan yang memadai. Lokasi yang telah disurvei ialah sekitar Desa Cikahuripan/Mampir hingga Singajaya yang memiliki Ketersediaan lahan yang sangat luas serta sekitarnya yang masih jarang penduduk, dengan topografi datar yang berada ketinggian 200 hingga 230 m dpl. Namun, atas berbagai pertimbangan Jonggol tidak jadi dipilih sebagai lokasi bandara baru dengan alasan utamanya, yaitu perkiraan biaya membangun jaringan transportasi dari/ke Jonggol akan terlalu besar.

    Pada akhirnya pilihan jatuh ke Wilayah dekat Muara Kali Dadap, Cengkareng yang saat itu, tahun 1970-an, sekitar 20 persen wilayahnya masuk DKI Jakarta dan 80 persen masuk wilayah Kabupaten Tangerang, Jawa Barat. Namun, pilihan terhadap Cengkareng juga tidaklah mulus. Banyak penolakan dari masyarakat, terutama dari pemerhati lingkungan. Alasannya, lokasi bakal bandara tersebut sangat dekat dengan Cagar Alam Pulau Rambut, Pulau Bokor, dan Pulau Dua. Ketiga pulau tersebut merupakan habitat dari sekitar 30 jenis burung, termasuk burung khas, yakni burung ibis roko-roko (Plegadis falcinellus) dan pelatuk (Picus). Bahkan ribuan burung dari Madagaskar setiap tahun pada bulan-bulan tertentu bermigrasi menuju Australia. Meski mendapat penolakan, pembangunan bandara di sekitar Muara Kali Dadap, Cengkareng berjalan terus.

    Antara 1974–1975, sebuah konsorsium konsultan Kanada mencakup Aviation Planning Services Ltd., ACRESS International Ltd., dan Searle Wilbee Rowland (SWR), memenangi tender untuk proyek bandara baru. Pembelajaran dimulai pada 20 Februari 1974 dengan total biaya 1 juta Dolar Kanada. Proyek 1 tahun tersebut disetujui oleh mitra dari Indonesia yang diwakili oleh PT Konavi. Pada akhir Maret 1975, pembelajaran ini menyetujui rencana pembangunan 3 landasan pacu, jalan aspal, 3 bangunan terminal internasional, 3 terminal domestik, dan 1 terminal Haji. Terminal domestik bertingkat 3 dibangun antara 1975–1981 dengan biaya US$465 juta dan sebuah terminal domestik termasuk apron dari 1982–1985 dengan biaya US$126 juta. Sebuah proyek terminal baru, diberi nama Jakarta International Airport Cengkareng (kode: JIA-C), dimulai.

    Statistik lalu lintas penumpang Bandara Soekarno–Hatta

    Pada tahun 2009, Bandara Internasional Soekarno-Hatta menempati posisi ke-22 bandara tersibuk di dunia. Semenjak tahun 2010, Bandara Internasional Soekarno-Hatta adalah bandara yang melayani penumpang terbanyak di Asia Tenggara dan menempati posisi ke-16 di dunia. Pada tahun 2011, Bandara Internasional Soekarno-Hatta melayani penumpang terbanyak ke-4 di Asia setelah bandara di Beijing, Tokyo, dan Hongkong, serta menduduki ranking 12 di dunia

    Terminal

    Ada tiga bangunan terminal utama; Terminal 1, Terminal 2 dan Terminal 3. Bandara ini juga memiliki terminal kargo khusus untuk kargo domestik dan internasional.

    Setelah renovasi dan perluasan Terminal 3, kapasitas Soekarno-Hatta saat ini adalah 51 juta, tetapi bandara ini melayani 54 juta penumpang pada tahun 2015, menjadikannya bandara tersibuk ke-18 di dunia, dan bandara tersibuk di belahan bumi selatan. Ada penerbangan non-stop ke sejumlah besar tujuan di Asia dan Australia, dan beberapa penerbangan ke Eropa setiap hari, peringkat sebagai bandara paling terhubung ke-17 di dunia, dan megahub terbesar di Asia menurut OAG.

    Terminal 1 dan Terminal 2 saat ini sedang dalam renovasi. Pekerjaan renovasi ditargetkan selesai pada 2021. Proyek revitalisasi diharapkan dapat melipatgandakan jumlah penumpang kedua terminal hingga 36 juta setahun. Terminal 1 melayani maskapai penerbangan berbiaya rendah domestik, sedangkan Terminal 2 melayani maskapai penerbangan bertarif rendah internasional. Terminal 3 akan menjadi terminal layanan penuh untuk penerbangan domestik dan internasional. Operator bandara AP II telah melakukan rencana untuk membangun terminal keempat di Soekarno-Hatta, yang diharapkan akan selesai pada tahun 2024

    Terminal 1

    Terminal 1 merupakan terminal pertama yang dibangun dan dibuka pada tahun 1985. Terletak di sisi selatan bandara, berseberangan dengan Terminal 2. Terminal 1 memiliki 3 sub-terminal yang masing-masing dilengkapi dengan 25 loket check-in, 23 garbarata, 5 bagasi komidi putar, dan 7 gerbang. Ini memiliki kapasitas untuk menangani 9 juta penumpang per tahun.

    Gerbang di Terminal 1 memiliki awalan A, B atau C. Gerbangnya adalah A1–A7, B1–B7 dan C1–C7. Dalam masterplan terbaru, Terminal 1 akan ditingkatkan kapasitasnya menjadi 18 juta penumpang per tahun. Terminal 1 digunakan untuk penerbangan domestik. Terminal 1A melayani maskapai penerbangan berbiaya rendah domestik seperti:

    • Airfast Indonesia
    • Indonesia AirAsia
    • NAM Air
    • Sriwijaya Air
    • Super Air Jet

    Terminal 1B dan Terminal 1C saat ini sedang dalam renovasi. Pekerjaan renovasi ditargetkan selesai pada 2021. Proyek revitalisasi diharapkan dapat melipatgandakan jumlah penumpang kedua terminal hingga 36 juta setahun.

    Terminal 2

    Terminal yang selesai pada tanggal 11 Mei 1992; 32 tahun lalu terletak di sisi utara bandara, berseberangan dengan Terminal 1. Terminal 2 adalah terminal kedua yang dibangun, dan dibuka pada tahun 1991. Terletak di sisi barat laut bandara, di seberang Terminal 1. Seperti Terminal 1, terminal ini memiliki tiga sub-terminal, berlabel D, E dan F, masing-masing memiliki tujuh gerbang, 40 garbarata dan 25 loket check-in. Terminal 2 melayani penerbangan umrah (haji kecil) dan diubah menjadi terminal penerbangan berbiaya rendah internasional (LCCT) pada tahun 2019. [34] [35] Saat ini, Terminal 2 Domestik (2D & 2E) adalah rumah bagi:

    • Batik Air
    • BBN Airlines
    • Lion Air

    sedangkan Terminal 2F Internasional Bandara Soekarno Hatta adalah rumah bagi:

    • AirAsia
    • Batik Air
    • Batik Air Malaysia
    • Cebu Pacific
    • IndiGo
    • Indonesia AirAsia
    • Jetstar Asia Airways
    • Lion Air (Khusus Umroh)
    • Scoot
    • Sriwijaya Air
    • Thai AirAsia
    • Thai Lion Air

    Terminal 3

    Terminal 3 adalah terminal terbaru dan terbesar bandara. Terminal ini digunakan sebagai pangkalan Garuda Indonesia dan Citilink dan berfungsi sebagai terminal layanan penuh untuk penerbangan internasional dan domestik

    Terminal 3 Domestik Bandara Soekarno Hatta adalah rumah bagi:

    • Citilink

    • Garuda Indonesia

    • Pelita Air Service

    • TransNusa

    Terminal 3 Internasional Bandara Soekarno Hatta adalah rumah bagi:

    • Air China
    • All Nippon Airways
    • Asiana Airlines
    • Cathay Pacific
    • China Airlines
    • China Eastern Airlines
    • China Southern Airlines
    • Citilink
    • Egyptair
    • Emirates
    • Etihad Airways
    • Ethiopian Airlines
    • Eva Air
    • Garuda Indonesia
    • Japan Airlines
    • KLM
    • Korean Air
    • Malaysia Airlines
    • Oman Air
    • Philippine Airlines
    • Qatar Airways
    • Qantas
    • Royal Brunei Airlines
    • Saudia
    • Singapore Airlines
    • SriLankan Airlines
    • Thai Airways
    • Turkish Airlines
    • Uzbekistan Airways
    • VietJet Air
    • Vietnam Airlines
    • Xiamen Airlines

    Terminal 3 asli secara resmi dibuka untuk penerbangan internasional pada 15 November 2011, ketika semua penerbangan AirAsia Indonesia mulai menggunakan Terminal 3 sebagai basis baru untuk penerbangan internasional dan domestik. Itu dibangun untuk melayani maskapai berbiaya rendah. Terminal terletak di sisi timur laut bandara.

    Pada 9 Agustus 2016, terminal penumpang baru bernama ‘Terminal 3 Ultimate’, resmi dibuka. Terminal 3 asli diubah dan diintegrasikan ke dalam Terminal 3 Ultimate yang baru. Ini memiliki luas lantai 422.804 m 2 (4.551.020 kaki persegi) dan dibangun untuk menangani 25 juta penumpang per tahun. Tidak seperti Terminal 1 dan 2, gaya arsitektur Terminal 3 Ultimate sangat berbeda, menggunakan desain modern kontemporer yang ramah lingkungan. Dilengkapi dengan 10 gerbang internasional, 18 gerbang domestik, 112 konter check-in, 59 garbarata dan 10 gerbang bus.

    Pada tahun 2018, dermaga barat terminal (Pier 1) diperpanjang. 8 garbarata baru ditambahkan, dengan 7 melayani pesawat berbadan lebar dan 1 melayani pesawat berbadan sempit.

    Terminal 3 dilengkapi dengan BHS level 5 untuk mendeteksi bom, Airport Security System (ASS) yang dapat mengontrol hingga 600 CCTV untuk mendeteksi wajah yang tersedia di security register, Intelligence Building Management System (IBMS) yang dapat mengontrol penggunaan air dan listrik (eco-green), sistem air hujan untuk menghasilkan air bersih dari hujan, sistem air daur ulang untuk menghasilkan air toilet dari air toilet bekas, dan kontrol teknologi iluminasi untuk menerangi terminal tergantung pada cuaca di sekitar terminal. Terminal 3 akan dapat melayani 60 pesawat dari 40 pesawat saat ini. Tahap pertama dari terminal 3, yang

    Terminal 4

    Awalnya, Terminal 4 direncanakan akan berada di utara Terminal 3, dan berada sebelah timur-laut Terminal 2 yang masih berada di sebelah utara bandara, tetapi perubahan rencana dan pembangunan dan pembukaan Runway 3 yang tidak memberikan ruang untuk Terminal tersebut mengubah lokasi Terminal ke selatan Terminal 3 dan timur Terminal 1, menempati lokasi yang saat ini merupakan Terminal Cargo, Klub Golf Cengkareng, dan Soewarna Business Park. Terminal 4 akan dibangun pada tahap ke-4. Terminal ini akan dirancang berbentuk ‘H‘ dan menggunakan desain eco-friendly dan modern, sama seperti desain Terminal 3. Pembangunan Terminal 4 awalnya akan dimulai pada tahun 2021, tetapi Pandemi COVID-19 menunda pembangunan ke waktu yang tidak ditentukan.

    Terminal kargo

    Terminal kargo terletak di sisi timur Terminal 1. Terminal ini digunakan untuk menangani kargo di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, baik kargo domestik maupun kargo internasional. Dalam perencanaannya yang terbaru, Terminal Kargo akan dipindahkan ke sisi barat Terminal 2 dengan kapasitas yang lebih besar dari kapasitas Terminal Kargo yang sekarang ini.

    Perencanaan

    Dalam sebuah “Master Plan” yang terbaru, Bandara Internasional Soekarno-Hatta akan meningkatkan kapasitasnya dari 22 juta penumpang per tahun menjadi 62 juta per tahun pada tahun 2014 mendatang. Bandara ini akan menggunakan tema “Bandara Modern Dengan Sentuhan Tradisional” untuk mega proyek tersebut. PT Angkasa Pura II sebagai operator merancang Bandara Internasional Soekarno-Hatta akan memiliki 3 terminal penumpang, terminal kargo baru 1 (Cargo Village) dan sebuah bangunan yang terintegrasi pada 2014. Juga akan ada peningkatan kapasitas apron dari 125 pesawat menjadi 174 pesawat terbang. Sebuah kereta menuju bandara dari Stasiun Manggarai dan People Mover System dirancang untuk transportasi darat dari, ke, dan di dalam bandara juga dalam perencanaan.

    PT Angkasa Pura II akan menghabiskan dana sekitar Rp 11.7 triliun (US$ 1.36juta) untuk mengubah Bandara Internasional Soekarno-Hatta menjadi sebuah ‘Bandara Berkelas Dunia’ yang akan disebut Aerotropolis pada tahun 2014. Terminal 3 terlebih dahulu yang akan dikembangkan, selanjutnya Terminal 1 dan Terminal 2 akan dikembangkan dan diintegrasikan dengan dinding hijau dan bandara akan memiliki ruang konvensi, pusat perbelanjaan, hotel, taman bermain, fasilitas rekreasi dan area parkir untuk 20.000 kendaraan. Juga akan terintegrasi dengan commuter line.

    Untuk mengantisipasi lonjakan jumlah penumpang, pemerintah membangun landasan pacu nomor 3, yang selesai pada tahun 2020. Jika bandara memiliki 3 landasan pacu, maka kapasitas layanan akan meningkat menjadi 623.420 pergerakan per tahun dan akan dapat mengantisipasi pertumbuhan setidaknya sampai dekade 2030-an. Perluasan lahan tersebut akan menggunakan 1.000 hektare dari 10 desa di Teluk Naga dan Kosambi. Rencana ekspansi telah ditolak oleh Pemkab Tangerang karena penduduk yang tinggal di sekitar bandara tidak akan mampu untuk mendapatkan penghasilan untuk keluarga mereka. Pemerintah daerah menawarkan lokasi lain seperti di Balaraja, tetapi sekretaris perusahaan PT Angkasa Pura II mengatakan bahwa membangun bandara baru tidak akan menjadi tugas yang mudah, karena membutuhkan kajian yang menyeluruh.

    Karena kurangnya ruang untuk membuat landasan pacu ketiga di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, pemerintah berencana untuk membangun bandara baru pada 2013 sekitar Cikarang dan Karawang. Bandara ini akan diintegrasikan dengan sebuah pelabuhan internasional yang sedang direncanakan, yaitu Pelabuhan Internasional Cilamaya di Cilamaya Wetan, Karawang. Studi kelayakan masih berjalan dan akan selesai pada akhir 2011 atau awal 2012. Pembangunan bandara internasional baru di sekitar Cikarang dan Karawang akan dilakukan mulai tahun 2015 sebagai solusi jangka panjang untuk meningkatkan kapasitas penumpang dan pergerakan pesawat di Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta, sehingga Jabodetabek memiliki 2 bandara internasional.

    Opsi perluasan yang ditawarkan

    • Lahan seluas 400 hektar yang berada di Kecamatan Teluknaga.
    • Lahan seluas 1.200 hektar yang berada di Kecamatan Pakuhaji.
    • Pulau reklamasi seluas 9.000 hektar yang sedang dalam proses pembuatan

    Opsi landas pacu 3

    Keputusan landas pacu 3 akan diputuskan pada bulan Maret 2014.

    • Cross parallel runway: landas pacu 3 dibangun pada jarak beberapa meter di sebelah utara landas pacu 2, tanpa membangun Terminal 4 (T4).
    • Independent runway: landas pacu 3 dibangun pada jarak 1 km di sebelah utara landas pacu 2, serta membangun Terminal 4 (T4)

    Lounge

    Ada lima ruang tunggu bandara di area keberangkatan. Lounge Jasa Angkasa Semesta (JAS) tersedia untuk penumpang kelas satu dan bisnis Cathay Pacific, Qantas, EVA Air, Saudia, dan Singapore Airlines. Pura Indah Lounge tersedia untuk penumpang kelas satu dan bisnis Singapore Airlines, KLM , Malaysia Airlines, Emirates, Cathay Pacific, dan China Airlines.. Lounge Garuda Indonesia yang baru hanya tersedia untuk penumpang kelas bisnis dan kelas satu, serta pemegang kartu GECC dan GarudaMiles gold ke atas. BNI Executive Lounge terletak di sebelah Garuda Indonesia Lounge, lounge yang melayani penumpang dari semua maskapai. Lounge lain tersedia di luar area keberangkatan yang dioperasikan oleh perusahaan seperti Indosat, Sapphire, PT Mandara Jasindo Sena, Telkomsel, dan XL Axiata. Pada tahun 2020, satu-satunya ruang tunggu maskapai di Terminal 2 dibuka bernama Ruang Tunggu Kelas Bisnis Batik Air di dalam ruang tunggu C7. Lounge Garuda Indonesia telah dipindahkan ke Terminal 3 Ultimate.

    Transportasi dari dan ke Bandara Soekarno–Hatta

    Bus

    Bus bandar udara tersedia menuju ke pusat kota dan juga menuju ke kota penyangga lain, termasuk ke stasiun kereta Gambir dan terminal bus lain. Juga tersedia bus untuk pindah terminal, dari terminal 1, 2, 3 termasuk juga terminal keberangkatan/kedatangan internasional. Berikut ini rute antar pemadu moda yang dilayani oleh dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta

    Kereta Ekspres Bandara

    Pada Juli 2011, pemerintah telah memberi tugas kepada PT Kereta Api Indonesia untuk membangun kereta api yang menghubungkan Stasiun Manggarai ke Bandara melalui Tangerang dengan biaya Rp 2.25 triliun (US$ 250 juta). Jalur sepanjang 7 km akan dibangun untuk menghubungkan stasiun kereta komuter di Tangerang dan bandara selain untuk mempercepat kinerja kereta api. Jalur tunggal yang ada di komputer antara Manggarai dan Batu Ceper akan diperluas menjadi 2 jalur. Jalur tersebut akan menghubungkan stasiun Manggarai, Sudirman Baru, Duri, Batu Ceper dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Pemerintah juga menawarkan jalur ekspress sepanjang 33 KM antara Stasiun Manggarai dan bandara melalui Angke dan Pluit kepada investor sebagai Public Private Partnership (PPP). Pada Maret 2012, pemerintah memutuskan untuk mempercepat pembangunan kereta api komuter jalur ganda yang diprediksi akan mulai beroperasi pada pertengahan 2013. Sekarang PT KAI sedang mempelajari titik masuk di bandara, ketika kereta akan memasuki bagian belakang bandara melalui gerbang M1 atau berjalan berdampingan dengan koridor Jakarta Outer Ring Road sebelum memasuki bandara. Per 26 Desember 2017, kereta api bandara sudah dioperasikan dari Stasiun BNI City menuju Bandara Soekarno-Hatta dan telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Januari 2018.

    Kecelakaan dan insiden

    • Pada tanggal 28 Oktober 1997, pesawat penumpang Trigana Air Service Fokker F-28 Fellowship 3000 kembali mendarat di Bandara Internasional Jakarta-Soekarno-Hatta setelah pesawat mengalami masalah teknis dua menit pasca lepas landas. Asap dan panas yang parah memasuki kokpit dan kabin penumpang. Pesawat mengalami kerusakan akibat panas.
    • Pada tanggal 18 Desember 1997, SilkAir Penerbangan 185, sebuah Boeing 737-300 9V-TRF yang membawa 104 penumpang jatuh ke Sungai Musi. Pilot Tsu Way Ming mengunci kopilot Duncan Ward keluar dari kokpit dan menonaktifkan transponder CVR dan FDR sebelum pesawat menukik dari ketinggian 35.000 kaki dalam power dive yang begitu cepat dan bagian-bagian kuat dari pesawat hancur sebelum menghujam ke sungai. Seluruh penumpang di dalamnya tewas.
    • Bom Bandar Udara Soekarno-Hatta 2003 – Pada tanggal 27 April 2003, sebuah bom meledak di terminal 2, ruang keberangkatan terminal domestik. Bom tersebut disembunyikan di bawah meja kios KFC dan meledak saat jam makan siang. Akibat ledakan tersebut sepuluh orang terluka dan seorang remaja bernama Yuli (17) mengalami luka berat sehingga kakinya harus diamputasi. Layanan darurat dikerahkan ke tempat kejadian. Diduga motif pengeboman itu adalah Gerakan Aceh Merdeka, sebuah gerakan separatis di Aceh. Hal tersebut dibuktikan dengan lokasi ledakan yang terletak di ruang penumpang domestik ketimbang di ruang penumpang internasional.
    • Pada tanggal 11 Agustus 2003, sebuah pesawat Garuda Indonesia Fokker F-28 Fellowship 3000R mengalami kerusakan roda utama kiri setelah penerbangan dari Surabaya.
    • Pada tanggal 9 Maret 2009, sebuah Lion Air MD-90 jatuh menabrak landasan pacu 25L karena pendekatan yang tidak stabil 100 meter (330 kaki) sebelum landasan pacu akibat hujan dan angin kencang. Pesawat mendarat di sebelah kiri garis tengah. Meskipun pembalik gaya dorongnya berfungsi, pesawat membelok ke kanan, mengakibatkan pesawat berhenti pada posisi tegak lurus terhadap landasan.
    • Pada 29 Oktober 2018, Lion Air Penerbangan 610, Boeing 737 MAX 8 registrasi PK-LQP yang membawa 189 orang jatuh ke Laut Jawa tiga belas menit setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Penerbangan tersebut merupakan penerbangan domestik berjadwal menuju Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang, Indonesia. Semua orang di dalamnya tewas.
    • Pada 9 Januari 2021, Sriwijaya Air Penerbangan 182, Boeing 737-500 PK-CLC yang membawa 62 orang jatuh ke Laut Jawa enam menit setelah lepas landas dari bandara internasional Jakarta. Penerbangan tersebut merupakan penerbangan domestik berjadwal ke Bandara Supadio, Kalimantan Barat. Semua orang di dalamnya tewas.

    Permasalahan Bandara Soekarno–Hatta

    Bandara Soekarno-Hatta telah mengalami banyak permasalahan, di antaranya adalah:

    Jumlah penumpang yang meningkat

    Di Terminal 1, bandara sering mengalami kelebihan kapasitas penumpang. Hal ini membuat para penumpang untuk mengantri lebih lama. Saat ini, Bandara Soekarno-Hatta sudah melayani lebih dari 50 juta penumpang per tahunnya, sementara bandara ini hanya dirancang untuk menangani sekitar 22 juta penumpang per tahunnya

    Banjir

    Dalam beberapa tahun terakhir, 2 banjir telah melumpuhkan ribuan penumpang di bandara. Satu-satunya jalan ke bandara kebanjiran sehingga kendaraan tidak bisa bepergian di jalan raya, kecuali truk dan bus. Saat ini, adanya solusi untuk masalah ini terletak pada PT Jasa Marga Tbk. Solusinya adalah dengan membangun sebuah jembatan di atas tingkat banjir terakhir, sehingga jalan raya tidak akan banjir lagi. Kelihatannya, “jembatan” yang diusulkan sekarang ini menjadi seperti proyek bendungan. Pada bulan Juni 2008, Jakarta sekali lagi dilanda banjir. Menurut BMKG, ini adalah banjir terburuk dalam 180 tahun terakhir.

    Premanisme

    Banyak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang mengaku ketakutan saat berurusan di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Banten. Bahkan saat kunjungan kerja ke Argentina baru-baru ini, Anggota Komisi IX DPR mendapat laporan dari ratusan pelaut asal Indonesia yang takut pulang karena khawatir bakal dikerjai oknum-oknum di Bandara Soekarno-Hatta.

    Kriminalitas

    Kriminalitas yang tinggi seperti pencopetan, perampokan, pencurian, penukaran tas, pencongkelan bagasi dan lain-lain telah membuat penumpang di Bandara Soekarno-Hatta menjadi resah